Iseng-iseng search tentang Zarry Hendrik, dan nemu percakapan ini disalah satu dialog :)
Selamat Membaca :D
SADGENIC: Percakapan Ruang Tunggu
Pagi ini aku berada di ruang tunggu
bandara dengan dirajam gelisah pada jarum jam yang tak mau bergerak lebih cepat
dari yang aku harap. Sesegera mungkin aku ingin meletakkan tubuhku di kursi dan
terbang bersanding dengan awan untuk tiba di kotanya. Meskipun berkali kali dia
menerbangkan aku dengan kata-kata yang penuh candu. Tapi saat saat ini, sungguh
membuatku ingin melompati waktu.
Awan seperti membaca gelisahku dan
kemudian menggodaku, jutaan tetes air terpelanting ke bumi dengan keras. Ah,
semoga hujan ini tak memperpanjang durasi dudukku di ruang tunggu itu.
HP ku bergetar. Terbaca nama yang
selalu memenuhi kepalaku di layar.
Zarry : “Pancar sinar
matahari disini begitu terang, seperti senyummu. Pagi disini, siap untuk
menyambutmu :)”
Rahne : “Bagaimana bisa
matahari menemanimu, dan hujan bersanding denganku, sementara langit kita masih
sama bernama rindu”
Aku mengeluh, aku takut hujan ini menunda
keberangkatanku.
Zarry : “Matahari hanya
menemaniku, dengan sinarnya ia mengaku bahwa kamu masih lebih bercahaya
darinya”
Aku selalu heran, bagaimana
kata-kata yang dia susun, bisa mengantarkan senyum tak berkesudahan. Aku
membalas lagi.
Rahne : “dan disini, hujan
menemaniku, dengan rintiknya ia berseru agar aku selalu bisa berteduh di
matamu”
Zarry : “Senyumku tidak
sedemikian lebar untukmu berteduh. Namun bila hujan memukul atapmu, ada pelukku
untuk kau tidak kedinginan”
Seketika aku merasa ruangan ini
menghangat, aku curiga ada seseorang yang mematikan AC. Tapi kurasa, abjad yang
kau susun di layar, berhasil menembus hati yang menggigil karena rindu. Tapi
tetap, selalu kunanti peluk itu.
Rahne : “Zarry, pelukmu tak
dapat terganti oleh kata-kata, nanti, jika jarak kembali mengetuk-ngetuk
jendela. Dekap aku selagi bisa”
Ya, entah kenapa jarak selalu suka
berada di tengah tengah kita.
Zarry : “Aku tidak
memerintahkan awan untuk merintikkan kerinduanku, tetapi tidak kah kau dengar
rinduku memukul-mukul atap rumahmu?”
Ya hujan semakin deras, sederas rasa
yang menyebar ke tubuhku.
Rahne : “Rindumu telah menembus
nadiku, kini ia berlayar tepat di jantungku. Sungguh saat ini aku ingin
memerintahkan kakimu, membawamu tepat dihadapanku”
Zarry : “Kuharap hujan dapat
membuatmu menulis namaku di setiap kaca basah yang kamu jumpa, sebab dari timur
langit aku memandangmu”
Rahne : “Percayalah, tak hanya
di kaca lembab yang aku jumpa, kutulis namamu di papan langit sepanjang waktu
yang aku punya”
Zarry : “Kau tahu? Ada banyak
kata untuk kita melukis hujan, tapi lihatlah, langit saat ini sedang asyik
menulis kita. Semoga Tuhan mau menjentikkan jari-Nya sekali saja, supaya
tiba tiba di sana ada aku yang memelukmu dari belakang”
Aku tahu, kau ingin sekali berada
disini menemaniku.
Rahne : “Tuhan tak hanya akan
menjentik, dia akan bertepuk tangan saat hati kita bergandengan”
Ya.. mungkin semua akan bertepuk
tangan saat kita bergandengan. Aku melumat senyumku sendiri karena terbesit
rasa malu yang menyapu merah di wajahku
Zarry : “Disini aku berharap
agar malaikat mau menendang aku sampai aku melambung jauh di langit dan
kemudian jatuh di pangkuanmu”
Rahne : ” Ha ha ha jika benar
begitu, disini, aku akan mengakarkan tubuhku pada kaki langit, menunggu waktu
hingga kau tiba di pangkuanku”
Zarry : “Pagi ini aku seperti
sehelai daun yang disentuh embun. Namun lebih dari itu, akulah aku yang cinta
bumi dan juga kamu, Aku telah banyak melihat orang-orang yang pandai
melukis pagi dengan baik, tetapi sekarang, pagi itu sendiri yang melukis kamu”
Rahne : “Sebentar lagi aku
akan mendekat pada awan, akan kubisikkan padanya, “Tolong gerimisi Zarry saat
ini agar dia selalu mengingatku, yang dirintikinya dengan candu, dan sejukkan
dia selalu”.
Zarry : “Kaulah kata yang
menyejukkan, seperti angin yang muncul dari kepak sayap malaikat”
Kulihat keluar jendela, hujan
nampaknya sudah mereda, bersamaan dengan itu, semua penumpang diminta untuk
bersiap siap, untuk masuk ke pesawat.
Rahne : “Pesawat sudah
menungguku, karena kata-katamu, langit tak lagi menurunkan hujan padaku, tapi
senyum yang berkepanjangan”
Zarry : “Kau, telah memasang
nyawa di tiap jari tanganku. Nikmati perjalananmu, sebab kau perjalananku. Hati
hati, hati”
Rahne : “Kaulah waktu yang
ditetapkan, mengitari hidupku, memutari mataku, dan bersarang di hatiku”
Kuangkat kopor dan kulangkahkan kaki
beranjak dari ruang tunggu itu. Persiapkan senyummu, Zarry. Sambut aku di
kotamu